MENGENAL 4 MADZHAB FIQIH SUNNI (AHLUSSUNNAH WALJAMA'AH)
Segala puja puji hanya milik Allah SWT, shalawat beriring salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan umatnya yang setia diatas sunnahnyaa sampai akhir zaman.
1. Arti Madzhab
Madzhab artinya tempat berjalan (dari fi’il/kata kerja : dzahaba-yadzhabu), dalam arti fiqhnya ialah jalan yg membantu seseorang untuk memahami al-Qur’an dan as-Sunnah dg tepat, contohnya madzhab Syafi’i artinya cara bagaimana kita memahami al-Qur’an dan as-Sunnah dan melaksanakannya menurut Imam Syafi’i.
Sunni dan Syi 'i
Sunni atau lebih dikenal dengan Ahlus-Sunnah wal Jama’ah, terdapat empat mazhab yang paling banyak diikuti oleh Muslim Sunni. Di dalam keyakinan Sunni, empat mazhab yang mereka miliki valid untuk diikuti, perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamental.
Sunni adalah salah satu firkah terbesar dalam Islam. Ada empat mazhab fikih besar yang paling banyak diikuti oleh muslim, yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. Di dalam keyakinan Sunni, empat mazhab tersebut valid untuk diikuti, perbedaan yang ada pada setiap mazhab tidak bersifat fundamenral.
Syi'I atau Syi'ah merupakan firkah resmi di Iran. Pada perkembangannya hanya tiga mazhab fikih yang masih ada sampai sekarang, yaitu Itsna 'Asyariah (paling banyak diikuti), Ismailiyah dan Zaidiyah. Di dalam akidah Syi'ah, Ahlulbait dan keturunannya dianggap berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan sebagai khalifah dan imam bagi kaum muslimin pengganti Rasulullah.
2. Empat Madzhab Sunni
Diantara ulama fiqh yg terkenal, secara berurutan berdasarkan sejarahnya adalah Imam abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad. Sebenarnya masih banyak ulama lain yg lebih alim dan lebih senior dalam masalah Fiqh ini (seperti Imam Atha’ bin abi Rabah di Makkah, Hasan al-Bashriy di Bashrah, Muhammad bin Sirin di Syam, dll.), tetapi keempat ulama tsblah yg memiliki paling banyak murid dan pengikutnya, disamping juga karena pembahasan fiqh mereka yg utuh dan menyeluruh terhadap semua permasalahan dlm fiqh Islam. Sehingga dikenallah dlm khazanah fiqh Islam sebagai al-madzahibul arba’ah dan mereka merupakan rujukan utama dlm pengambilan hukum, bukan hanya dlm skala pribadi dan masyarakat tetapi juga dlm skala daulah Islamiyyah al-Alamiyyah.
1. MADZHAB HANAFI.
Imamnya adalah abu Hanifah AN-NU’MAN BIN TSABIT bin Zutha, lahir di Kufah th 80-H lalu pindah ke Baghdad, tinggal disana sampau wafatnya th 150-H. Prinsip2 dasar madzhab ini ialah berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah dan perkataan para shahabat ra, disamping itu ia juga melakukan istihsan dan qiyas.
Abu Hanifah juga merupakan seorang Tabi’in, generasi setelah Sahabat nabi, karena dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat bernama Anas bin Malik, dan meriwayatkan hadis darinya serta sahabat lainnya.[3]
Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (taharah), salat dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafi’i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya.
Mazhab Hanafi adalah yang paling dominan di dunia Islam (sekitar 45%), penganutnya banyak terdapat di Asia Selatan
(Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka, dan Maladewa), Mesir bagian Utara, separuh Irak, Syria, Libanon danPalestina (campuran Syafi’i dan Hanafi), Kaukasia (Chechnya, Dagestan).
Wafatnya
Pada zaman kerajaan Bani Abbasiyah tepatnya pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al-Manshur yaitu raja yang ke-2, Abu Hanifah dipanggil kehadapannya untuk diminta menjadi qodhi (hakim), akan tetapi beliau menolak permintaan raja tersebut – karena Abu Hanifah hendak menjauhi harta dan kedudukan dari sultan (raja) – maka dia ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara dan wafat dalam penjara.
Dan beliau wafat pada bulan Rajab pada tahun 150 H dengan usia 70 tahun, dan dia dishalatkan banyak orang bahkan ada yang meriwayatkan dishalatkan sampai 6 kloter.
2. MADZHAB MALIKI.
Imamnya adalah MALIK BIN ANAS bin Malik bin abi Amir al-Asbahi dari kabilah dzi Ashbah di Yaman. Ia lahir di Madinah th 93 H dan wafat disana th 179 H. Kakeknya abi Amir adalah seorang sahabat Nabi SAW yg mulia dan mengikuti hampir semua peperangan bersama Nabi SAW kecuali perang Badar.
Prinsip dasar mazhabnya adalah al-Qur’an, as-Sunnah, perbuatan penduduk Madinah, mashalih al-Mursalah, istihsan dan sadu dzara’i. Ia mengutamakan perbuatan penduduk Madinah daripada qiyas , ia berkata : “Kita harus mengikuti perbuatan penduduk Madinah, karena disanalah tempat hijrah Nabi SAW dan tempat yg paling banyak diturunkannya al-Qur’an.”
Maliki. Didirikan oleh Imam Malik, diikuti oleh sekitar 25% muslim di seluruh dunia. Mazhab ini dominan di negara-negara Afrika Barat dan Utara. Mazhab ini memiliki keunikan dengan menyodorkan tatacara hidup penduduk Madinah sebagai sumber hukum karena NabiMuhammad hijrah, hidup, dan meninggal di sana; dan kadang-kadang kedudukannya dianggap lebih tinggi dari hadits.
Wafatnya Sang Imam Darul Hijroh
Imam malik jatuh sakit pada hari ahad dan menderita sakit selama 22 hari kemudian 10 hari setelah itu ia wafat. sebagian meriwayatkan imam Malik wafat pada 14 Rabiul awwal 179 H.
sahnun meriwayatkan dari abdullah bin nafi’:” imam malik wafat pada usia 87 tahun” ibn kinanah bin abi zubair, putranya yahya dan sekretarisnya hubaib yang memandikan jenazah imam Malik. imam Malik dimakamkan di Baqi’
3. MADZHAB SYAFI’I.
Imamnya adalah MUHAMMAD BIN IDRIS bin Abbas bin Utsman bin Syafi al-Hasyimi al-Muthallibi. Nasabnya bertemu dg Nabi SAW pada Abdu Manaf. Lahir di Ghaza palestina tahun 150 H dan wafat di Mesir tahun 204 H. Imam Syafi’ilah yg pertama mulai membuat landasan bangunan dlm fiqh Islam yg kemudian dikenal dg nama ilmu Ushul Fiqh dlm karangan beliau yaiti ar-Risalah.
Prinsip utama mazhabnya ialah al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma, perkataan sahabat dan qiyas. Beliau dikenal dg gelar nashiru sunnah karena sangat membela sunnah nabi SAW, beliau menerima hadits ahad. Beliau tdk menerima istihsan.
Belajar di Makkah
Setelah ayah Imam Syafi’i meninggal dan dua tahun kelahirannya, sang ibu membawanya ke Mekah, tanah air nenek moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam keadaan yatim. Sejak kecil Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra sampai-sampai Al Ashma’i berkata,”Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris,” Imam Syafi’i adalah imam bahasa Arab.
Belajar di Makkah
Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun.
Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan hidayah-Nya, dia mulai senang mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan sya’irnya. Remaja yatim ini belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih yang ada di Makkah, seperti Muslim bin khalid Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti Makkah.
Kemudian beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar dari pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi’, dan juga menimba ilmu dari Sufyan bin Uyainah.
Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya. Dia pun semakin menonjol dalam bidang fiqih hanya dalam beberapa tahun saja duduk di berbagai halaqah ilmu para Ulama’ fiqih sebagaimana tersebut di atas.
Belajar di Madinah
Belajar di Madinah
Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.
Di majelis beliau ini, si anak yatim tersebut menghapal dan memahami dengan cemerlang kitab karya Imam Malik, yaitu Al-Muwattha’ . Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`ie sendiri sangat terkesan dan sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah.
Beliau menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan pernyataannya yang terkenal berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” Juga beliau menyatakan lebih lanjut kekagumannya kepada Imam Malik: “Bila datang Imam Malik di suatu majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis itu.”
Beliau juga sangat terkesan dengan kitab Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga beliau menyatakan: “Tidak ada kitab yang lebih bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari kitab Al-Muwattha’ .” Beliau juga menyatakan: “Aku tidak membaca Al-Muwattha’ Malik, kecuali mesti bertambah pemahamanku.”
Dari berbagai pernyataan beliau di atas dapatlah diketahui bahwa guru yang paling beliau kagumi adalah Imam Malik bin Anas, kemudian Imam Sufyan bin Uyainah.
Di Baghdad, Yaman dan Mesir
Di Yaman
Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Disebutkanlah sederet Ulama’ Yaman yang didatangi oleh beliau ini seperti: Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya.
Dari Yaman, beliau melanjutkan tour ilmiahnya ke kota Baghdad di Iraq dan di kota ini beliau banyak mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fiqih di negeri Iraq. Juga beliau mengambil ilmu dari Isma’il bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.
Di Baghdad, Irak
Kemudian pergi ke Baghdad (183 dan tahun 195), di sana ia menimba ilmu dari Muhammad bin Hasan. Ia memiliki tukar pikiran yang menjadikan Khalifah Ar Rasyid.
Di Mesir
Imam Syafi’i bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di Mekah tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i menimba ilmu fiqhnya, ushul madzhabnya, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
Di samping itu, pemuda ini juga duduk menghafal dan memahami ilmu dari para Ulama’ yang ada di Al-Madinah, seperti Ibrahim bin Sa’ad, Isma’il bin Ja’far, Atthaf bin Khalid, Abdul Aziz Ad-Darawardi. Ia banyak pula menghafal ilmu di majelisnya Ibrahim bin Abi Yahya.
Syafi’i memiliki penganut sekitar 28% muslim di dunia. Pengikutnya tersebar terutama di Indonesia,Turki, Irak, Syria, Iran, Mesir, Somalia, Yaman,Thailand, Kamboja, Vietnam, Singapura,Filipina, Sri Lanka dan menjadi mazhab resmi negara Malaysia dan Brunei.
4. MADZHAB HAMBALI.
Imamnya adalah AHMAD BIN HANBAL bin Hilal asy-Syaibani. Lahir di Baghdad 164 H dan wafat di kota yg sama th 241 H. Dikenal dg nama imam al-muhadditsin karena banyaknya hadits yg dikumpulkan dan dihafalnya, kumpulan haditsnya ini dikenal dg musnad Imam Ahmad.
Prinsip madzhabnya adalah al-Qur’an, as-Sunnah, fatwa sahabat yg tdk diperselisihkan, dan qiyas. Ia tdk mengakui adanya ijma, karena menurutnya tdk mungkin ada ijma, karena demikian banyaknya perbedaan pendapat dlm masalah furu’ tsb.
Ahli hadits sekaligus juga Ahli Fiqih
Ibnu ‘Aqil berkata, “Saya pernah mendengar hal yang sangat aneh dari orang-orang bodoh yang mengatakan, “Ahmad bukan ahli fiqih, tetapi hanya ahli hadits saja. Ini adalah puncaknya kebodohan, karena Imam Ahmad memiliki pendapat-pendapat yang didasarkan pada hadits yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, bahkan beliau lebih unggul dari seniornya”.
Bahkan Imam Adz-Dzahabi berkata, “Demi Allah, beliau dalam fiqih sampai derajat Laits, Malik dan Asy-Syafi’i serta Abu Yusuf. Dalam zuhud dan wara’ beliau menyamai Fudhail dan Ibrahim bin Adham, dalam hafalan beliau setara dengan Syu’bah, Yahya Al Qaththan dan Ibnul Madini. Tetapi orang bodoh tidak mengetahui kadar dirinya, bagaimana mungkin dia mengetahui kadar orang lain!!
Kewafatan Ahmad bin Hanbal
Setelah sakit sembilan hari, beliau Rahimahullah menghembuskan napas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal dua belas Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77 tahun. Jenazah beliau dihadiri delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan.
Masa Fitnah
Pemahaman Jahmiyyah belum berani terang-terangan pada masa khilafah Al Mahdi, Ar-Rasyid dan Al Amin, bahkan Ar-Rasyid pernah mengancam akan membunuh Bisyr bin Ghiyats Al Marisi yang mengatakan bahwa Al Qur’an adalah makhluq. Namun dia terus bersembunyi pada masa khilafah Ar-Rasyid, baru setelah beliau wafat, dia menampakkan kebid’ahannya dan menyeru manusia kepada kesesatan ini.
Di masa khilafah Al Ma’mun, orang-orang jahmiyyah berhasil menjadikan paham jahmiyyah sebagai ajaran resmi negara, di antara ajarannya adalah menyatakan bahwa Al Qur’an makhluk. Lalu penguasa pun memaksa seluruh rakyatnya untuk mengatakan bahwa Al Qur’an makhluk, terutama para ulamanya.
Barangsiapa mau menuruti dan tunduk kepada ajaran ini, maka dia selamat dari siksaan dan penderitaan. Bagi yang menolak dan bersikukuh dengan mengatakan bahwa Al Qur’an Kalamullah bukan makhluk maka dia akan mencicipi cambukan dan pukulan serta kurungan penjara.
Karena beratnya siksaan dan parahnya penderitaan banyak ulama yang tidak kuat menahannya yang akhirnya mengucapkan apa yang dituntut oleh penguasa zhalim meski cuma dalam lisan saja.
Banyak yang membisiki Imam Ahmad bin Hambal untuk menyembunyikan keyakinannya agar selamat dari segala siksaan dan penderitaan, namun beliau menjawab, “Bagaimana kalian menyikapi hadits “Sesungguhnya orang-orang sebelum Khabbab, yaitu sabda Nabi Muhammad ada yang digergaji kepalanya namun tidak membuatnya berpaling dari agamanya”.
HR. Bukhari 12/281. lalu beliau menegaskan, “Saya tidak peduli dengan kurungan penjara, penjara dan rumahku sama saja”.
Ketegaran dan ketabahan beliau dalam menghadapi cobaan yang menderanya digambarkan oleh Ishaq bin Ibrahim, “Saya belum pernah melihat seorang yang masuk ke penguasa lebih tegar dari Imam Ahmad bin Hambal, kami saat itu di mata penguasa hanya seperti lalat”.
Di saat menghadapi terpaan fitnah yang sangat dahsyat dan deraan siksaan yang luar biasa, beliau masih berpikir jernih dan tidak emosi, tetap mengambil pelajaran meski datang dari orang yang lebih rendah ilmunya.
Ia mengatakan, “Semenjak terjadinya fitnah saya belum pernah mendengar suatu kalimat yang lebih mengesankan dari kalimat yang diucapkan oleh seorang Arab Badui kepadaku, “Wahai Ahmad, jika anda terbunuh karena kebenaran maka anda mati syahid, dan jika anda selamat maka anda hidup mulia”. Maka hatiku bertambah kuat”.
Mazhab ini diikuti oleh sekitar 5% muslim di dunia dan dominan di daerah semenanjung Arab. Mazhab ini merupakan mazhab yang saat ini dianut di Arab Saudi.
3. Hukum Bermadzhab
Umat Islam terkait dengan masalah fiqh Islam terbagi menjadi 3, yaitu :
pertama, kelompok ulama yg mampu berijtihad,
kedua, kelompok pencari ilmu dan pelajar ilmu syari’ah dan,
ketiga kelompok awam.
Bagi kelompok ulama maka mereka memiliki kewajiban berijtihad dan tdk ada keharusan mengikuti suatu pendapat dari ulama yg lain.
Bagi kelompok pelajar ilmu syariah dianjurkan mampu mengetahui dan menguasai dalil pendapat yg ia ikuti (mazhabnya) sambil dianjurkan untuk terus meningkatkan ilmunya sehingga dapat mencapai derajat mujtahid.
Sedangkan bagi kelompok awam, kewajiban mereka adalah bertanya dan mengikuti pendapat ulama (taqlid) thd permasalahan keseharian yg mereka hadapi.
Dalam Islam tdk ada kewajiban untuk mengikuti suatu madzhab tertentu sebagaimana juga tdk ada larangan untuk memegang madzhab tertentu. Yg dilarang adalah jika terjadi ta’ashub (sikap fanatisme) thd suatu madzhab tertentu dan menyalahkan madzhab lainnya. Para imam madzhab itupun asalnya tdk langsung membuat madzhab melainkan ikut dulu belajar pd imam lainnya, imam Syafi’i selama 15 th belajar pd Imam Malik, demikian pula Imam Ahmad belajar dulu pd Imam Syafi’i. Sebagaimana seorang yg mau ke Bogor dari Jakarta mesti mengikuti dulu jalan/madzhab yg sdh ada, baru nanti jika ia sdh menguasai sepenuhnya, maka ia bisa membuat madzhabnya sendiri dg jalan2 tembus tertentu sehingga mungkin lebih cepat. Madzhab yg dibuatnya itu bisa saja lebih canggih dari madzhab sebelumnya dan ia akan diikuti oleh para pengikut madzhabnya tsb, demikian gambarannya.
Oleh sebab itu jika ada orang berkata : Kita tdk perlu bermadzhab!! Maka lihat dulu siapa yg bicara tsb, jika ia seorang ulama/mujtahid maka perkataannya benar, sebab seorang mujtahid tdk boleh/haram untuk bermadzhab. Tetapi jika ia seorang yg blm atau tidak menguasai ilmu syari’ah maka perkataannya itu harus dikoreksi, karena mau tdk mau ia pasti harus bermadzhab, baik madzhab salaf (seperti Syafi’i, Malik, ibnu Taimiyyah, dsb) atau ia bermadzhab dg mengikuti org sekarang (khalaf) seperti syaikh al-Albani, Ibni Baaz, al-Qardhawi, Muhammadiyyah, PERSIS, dsb. Kesemua itu juga dlm fiqh disebut madzhab juga, karena merumuskan cara2 tertentu dlm memahami dalil syariat.
Hanya jika seseorang telah bermadzhab (baik dg madzhab salaf maupun khalaf) hendaknya ia berusaha mencari dalil2 dari madzhabnya tsb serta berusaha semampunya untuk meneliti sandaran ayat dan haditsnya, serta mau menerima jika ada pendapat dari madzhab lain yg lebih kuat. Karena hal tsb tdk berarti ia keluar dari madzhabnya karena semua madzhab bermuara pd Nabi SAW. Dan tdk perlu seseorang itu fanatik terhadap madzhab, karena semua mengambil dari Nabi SAW, jadi apa yg mau difanatikkan?!
Oleh : Harun Rosyid Bashori, M.Pd.I
Referensi:
Biografi Imam madzhab
WikipediA
Rumah fiqih Indonesia
www.islamiislami.com
Terimakasih
Aka Cholik Darlin SPdI SH MM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar