Candi Bumi Ayu Di Desa Bumi Ayu Kec.Tanah Abang Kab.Pali Sum-Sel
Sumatera Selatan hanya memiliki satu buah candi, yaitu Candi Bumi Ayu
yang merupakan sebuah kompleks percandian. Ada sembilan buah candi yang
terdapat di dalam kompleks percandian Bumi Ayu di Kab.Pali, Sumatera
Selatan. Nama Bumiayu diambil dari nama desa di mana candi ini terletak,
Desa Bumiayu, Tanah Abang. Candi Bumi Ayu terletak di Kabupaten Pali, dan memiliki fasilitas penunjang seperti Museum. Untuk menuju
lokasi Candi, jalan juga sudah mulai dibangun oleh pemerintah daerah
supaya lebih baik. Lokasi Candi Bumi Ayu berjarak 85 kilometer dari Kota
Muara Enim, dan bisa ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam perjalanan
berkendara dengan mobil. Jika anda datang dari arah Palembang, jarak
yang harus anda tempuh sekitar 300 km.
Luas komplek Candi Bumiayu
adalah 76 hektar, dengan 11 buah candi yang terdapat di dalamnya.
Candi-candi tersebut memiliki aliran siwa dan merupakan peninggalan
agama Hindu, sama seperti Candi Prambanan di Jawa Tengah. Pemerintah
daerah telah memugar empat bangunan candi
yang ada yaitu candi 1, candi 2, candi 3 dan candi 8. Sejarah Candi
Bumi Ayu yang diketahui saat ini adalah ditemukan oleh EP. Tombrink pada
tahun 1864, di pesisir Sungai Lematang, Pali. Masyarakat sekitar
meyakini, lokasi candi Bumiayu adalah bekas istana sebuah kerajaan
Gedebong Undang. Penyebutan kata candi juga mengikuti kata bahasa jawa,
karena masyarakat sekitar menamainya dengan Kuil. Ada arca Siwa
Mahaguru, Narawahana, Agastya dan Nandi yang merupakan simbol Hindu.
Candi Bumi Ayu merupakan salah satu
situs peninggalan agama Hindu yang terdapat di pesisir sungai lematang,
di hilir desa siku sebagai desa paling hilir dari kecamatan rambang
dangku masih kawasan Kabupaten Pali Propinsi Sumatera Selatan.
dengan kata lain suksesnya candi bumi ayu sebagai tujuan wisata akan
berpengaruh pada perkembangan rambang dangku. Candi-candi di Bumi ayu
merupakan death monument, artinya monumen yang telah ditinggalkan
masyarakat pendukungnya. Candi tersebut ditinggalkan mungkin seiring
dengan terdesaknya kekuatan politik Hindu oleh Islam pada sekitar abad
ke-16. Kemudian candi-candi itu rusak dan terkubur tanah hingga
ditemukan kembali oleh E.P. Tombrink tahun 1864. Tinggalan monumental
itu beserta sistem budayanya benar-benar hilang pula dari ingatan
kolektif pewarisnya. Hal itu tampak bahwa penduduk Bumi ayu tidak
mengenal fungsinya semula.
Cerita penduduk yang dicatat oleh A.J.
Knaap tahun 1902 menyatakan bahwa apa yang sekarang disebut candi di
Bumi ayu itu adalah bekas istana sebuah kerajaan yang disebut Gedebong
Undang. Diceritakan pula bahwa wilayah kerajaan tersebut sampai di
Modong dan Babat. F.M. Schnitger melaporkan bahwa di kedua desa tersebut
terdapat pula tinggalan agama Hindu (1934:4), namun kini telah hilang
terkena erosi Sungai Lematang. Penduduk Bumiayu tidak mengenal pula kata
“candi” sebelum ada kegiatan penelitian, perlindungan, dan pemeliharaan
di situs tersebut. Kata “candi” diambil dari bahasa Jawa untuk
menggantikan kata “kuil” dari agama Hindu atau Budha. Namun, orang Jawa
yang mewarisi puluhan candi-candi itu pun tidak mengenal lagi pengertian
dan fungsi candi yang sebenarnya. Mereka menganggap candi sebagai
bangunan pemakaman atau penanaman abu jenazah, bukan kuil dewa Hindu
atau Budha. R. Soekmono (1974)
Candi ini merupakan satu-satunya
Kompleks Percandian di Sumatera Selatan dan merupakan salah satu objek
wisata yang tepat untuk di kunjungi saat liburan keluarga. Sampai
saat ini tidak kurang 9 buah bangunan Candi yang telah ditemukan dan 4
diantaranya telah dipugar, yaitu Candi 1, Candi 2, Candi 3 dan Candi 8.
Usaha pelestarian ini telah dimulai pada tahun 1990 sampai sekarang,
dengan didukung oleh dana APBN. Walaupun demikian peran serta Pemerintah
Kabupaten Pali cukup besar, antara lain Pembangunan Jalan,
Pembebasan Tanah dan Pembangunan Gedung Museum Lapangan. Percandian
Bumiayu meliputi lahan seluas 75,56 Ha, dengan batas terluar berupa 7
(tujuh) buah sungai parit yang sebagian sudah mengalami pendangkalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar